KITAB SIRRUL ASROR BAB 13
TENTANG KATA SUFI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ada satu golongan yang
dikenal sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada istilah sufi. Ada yang
melihatnya pada keadaan dzahir mereka memakai baju bulu yang kasar. Bulu dalam
bahasa Arab ialah suf. Dari perkataan ini mereka dipanggil sufi. Yang lain
melihat kepada kehidupan mereka yang bebas dari urusan dunia ini serta
kedamaian dan ketenteraman mereka, keadaan yang sesuai dengan bahasa Arab safa.
Dari perkataan safa itu timbul istilah sufi. Yang lain pula memandang lebih
mendalam, kepada hati mereka yang suci murni dan bebas dari apa saja
kecuali Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi berarti kesucian hati dan dari
perkataan itu dikatakan timbul istilah sufi. Yang lain memanggil mereka sufi
karena mereka hampir dengan Allah dan akan berdiri di barisan pertama di hadapan
Allah pada hari kiamat. Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.
Terdapat empat alam, empat
dunia.
Pertama ialah alam atau dunia jasad - tanah, air, api dan angin merupakan
jirim dalam alam ini.
Kedua ialah alam makhluk rohani - malaikat, jin, mimpi dan
kematian, ganjaran Allah - taman surga dan keadilan Allah - tujuh neraka.
Ketiga ialah alam huruf, nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Loh
Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang menjadi sumber kepada perintah-perintah Allah.
Keempat ialah alam Zat Allah Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan
atau diuraikan karena pada alam ini atau tahap ini tidak ada perkataan,
nama-nama, sifat-sifat atau persamaan. Tiada siapa kecuali Allah mengetahuinya.
Terdapat pula empat jenis
ilmu.
Pertama ilmu tentang peraturan-peraturan Allah, dan berhubung dengan aspek
lahir kehidupan dunia ini.
Kedua ialah ilmu kerohanian, pengetahuan batin
tentang sebab dan akibat.
Ketiga ialah ilmu tentang jiwa, roh, mengenal diri dan
melaluinya pengetahuan tentang ketuhanan .
Keempat ilmu tentang
kebenaran atau hakikat.
Roh juga ada empat jenis, roh
kebendaan, roh yang arif, roh yang memerintah (roh sultan) dan roh kudus (roh
suci).
Yang zahir, kenyataan bagi
Pencipta, juga ada empat jenis.
Pertama ialah kenyataan di dalam rupa, bentuk,
warna.
Kedua ialah kenyataan perbuatan dan tindak balas
dalam perkara yang berlaku.
Ketiga ialah kenyataan dalam sifat-sifat,
bakat-bakat, perangai-perangai sesuatu.
Keempat kenyataan bagi zat-Nya.
Akal atau daya menimbang juga
ada empat jenis: akal yang menguruskan soal-soal kehidupan duniawi, akal yang
menimbang dan memikirkan soal-soal akhirat, akal bagi roh yang bertugas dalam
bidang makrifat dan akhirnya akal yang meliputi.
Perkara yang dibincangkan
juga ada empat jenis. Empat jenis ilmu, empat jenis roh, empat jenis penzahiran
(kenyataan) dan empat jenis akal.
Ada orang yang berada pada tahap pertama ilmu,
roh, kenyataan dan akal. Mereka adalah penghuni surga pertama yang dipanggil
surga yang menjadi tempat kembali yang mensejahterakan, yaitu surga keduniaan.
Mereka yang berada pada tahap kedua ilmu, roh, kenyataan dan akal tergolong ke
dalam surga yang lebih tinggi, taman kesukaan dan kesenangan kurnia Allah
kepada makhluk-Nya, surga di dalam alam malaikat.. Sebagian manusia yang
mencapai tahap ketiga ilmu, roh, kenyataan dan akal (makrifat) berada di dalam
surga peringkat ketiga, surga langit-langit, surga nama-nama dan sifat-sifat
Ilahi dalam alam ketauhidan.
Namun, mereka yang mencari
dan terikat dengan ganjaran Allah, walaupun surga, tidak dapat melihat hakikat
kebenaran dalam diri mereka dan dalam benda-benda di sekeliling mereka. Mereka
yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana sebenar sufi,
suasana keinginan menyeluruh - tidak inginkan sesuatu apa pun kecuali Allah,
berhajat kepada Allah saja - meninggalkan segala-galanya dan tidak mencari
apa-apa kecuali yang HAQ. Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam
alam yang haq, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata kerana Zat
Allah, tidak kerana yang lain.
Ini sesuai dengan perintah
Allah, "Carilah keselamatan dengan Allah" dan
ikut nasihat Nabi s.a.w, "Kedua-duanya, dunia dan akhirat
terlarang bagi orang yang mencintai Allah". Nabi s.a.w tidak
bermaksud mengharamkan dunia akhirat, Apa yang baginda
maksudkan ialah orang yang berkehendak menemui Allah lebih dekat, keinginan hawa
nafsunya, egonya, kasih sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat, harus dihilangkan.
Pencari yang haq memberi
alasan: Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua yang dicipta
berhajat kepada Pencipta. Bagaimana mungkin yang berhajat meminta kepada yang
berhajat juga. Apa lagi jalan bagi yang diciptakan kecuali mencari Pencipta.
Allah berfirman melalui
Rasul-Nya, "Kecintaan-Ku, Wujud-Ku, adalah kecintaan
mereka kepada-Ku".
Nabi s.a.w bersabda, "Keadaanku yang sangat berhajat, kemiskinanku, adalah
kemegahanku".
Keadaan yang sangat berhajat dan kecintaan kepada Allah
menjadi asas kepada pencarian sufi. Keadaan kemiskinan yang menjadi kebanggaan
Nabi s.a.w bukanlah kekurangan sesuatu berbentuk keduniaan atau kebendaan. Ia
adalah pelepasan segala-galanya kecuali keinginan kepada Zat Allah. Ia adalah
segala sesuatu- bukan saja yang di dalam dunia ini, malah yang dijanjikan di
akhirat juga - dan lantaran itu suasana berhajat sepenuhnya untuk dipersembahkan
kepada Allah.
Inilah keadaan yang membawa
seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di dalam zat Allah. Ia
adalah mengosongkan diri seseorang dari apa saja kecuali cinta Allah.
Kemudian hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji Allah, "Aku tidak dapat dimuat oleh langit dan bumi tetapi mampu dimuat oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".
Hamba yang beriman
adalah
yang melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya. Bila hati sudah
disucikan, Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya ke dalamnya. Abu
Yazid Al- Bustami menggambarkan keluasan hatinya dengan katanya, "Jika
segala yang maujud
di dalam dan di sekeliling arasy, keluasan semua ciptaan Allah,
diletakkan di
penjuru hati manusia sempurna dia tidak akan merasai beratnya".
Begitulah keadaan kekasih
Allah. Kasihilah mereka dan setia selalu bersama mereka karena yang mencintai
akan bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda kecintaan itu
ialah mencari kehadiran bersama-sama mereka, berkehendak mendengar perkataan
mereka, dan dengan pandangan serta perkataan mereka, dapat merasakan kerinduan
terhadap Allah Yang Maha Tinggi.
Allah berfirman melalui
Nabi-Nya, "Aku merasakan kerinduan para hamba-Ku yang
beriman, yang baik-baik, hamba yang sejati, terhadap Diri-Ku dan Aku juga
merindukan mereka".
Kekasih Allah kelihatan
berbeda dari orang lain, kelakuan dan tindakan mereka juga berbeda. Pada
peringkat permulaan, ketika masih baru, tindakan mereka kelihatan seimbang
antara baik dengan buruk. Bila mereka maju lagi dan sampai kepada peringkat
pertengahan, perbuatan mereka penuh dengan manfaat. Dalam semua hal kebaikan
yang keluar melalui mereka bukan saja dalam ketaatan mereka mematuhi perintah
Allah dan peraturan agama, tetapi juga dalam perbuatan yang mengandungi puncak
kebahagiaan dan bersinar dengan cahaya kepada maksud bagi yang zahir.
Mereka seolah-olah dipakaikan
dengan pakaian dari cahaya yang berwarna warni yang memancar dari mereka
menurut makam (tingkatan) mereka.
Apabila mereka dapat
mengalahkan ego mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan berkat kalimah
tauhid "La ilaha illa Llah" dan sampai kepada kewujudan yang bisa membedakan
antara yang haq dengan yang batil, yang benar dengan yang salah, cahaya biru
langit memancar keluar dari mereka.
Bila dalam peringkat
tersebut, dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka berpindah sepenuhnya
ke dalam kebaikan dan meninggalkan kejahatan keseluruhannya, cahaya merah
membungkus atau membaluti mereka.
Dengan berkata nama Allah -
HU - nama itu tiada yang lain kecuali yang haq dapat menceritakannya, mereka
sampai kepada peringkat dipersucikan dari segala sifat-sifat keji dan
perbuatan jahat dan menemui suasana tenang dan aman, kemudian cahaya hijau
keluar dari mereka.
Bila semua ego dan keinginan,
bila semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui berkat HAQ, yang sebenarnya,
dan bila mereka menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak Allah dan ridha
dengan apa juga yang datang dari-Nya, warna mereka berubah menjadi cahaya
putih.
Inilah gambaran orang-orang
sufi dari peringkat permulaan mereka di dalam perjalanan sampailah kepada
peringkat pertengahan. Tetapi seseorang yang sampai kepada perbatasan peringkat
ini tidak mempunyai bentuk atau warna. Dia menjadi seolah-olah sinaran cahaya
matahari. Cahaya matahari tidak berwarna. Sufi yang sampai kepada makam yang
paling tinggi tidak mempunyai kewujudan untuk membalikkan cahaya atau warna.
Jika ada, warnanya ialah hitam, yang menyerap semua warna. Inilah tanda keadaan
fana.
Orang ramai yang melihat
kepadanya, keadaan yang tiada warna ini, kelihatan gelap, menjadi tabir menutupi
cahaya makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi sinaran matahari. Allah
berfirman: An-Naba: 10 - 11
وَجَعَلنَا الَّيلَ لِباسًا وَجَعَلنَا النَّهارَ مَعاشًا
"Dan
Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat
penghidupan". (Surah Nabaa, ayat 10 &
11).
Bagi mereka yang sampai
kepada hakikat atau intisari akal dan ilmu, ada tanda dalam ayat di atas.
Mereka yang sampai kepada
kebenaran (hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan seolah-olah di
penjarakan di sini di dalam bilik kurungan di bawah tanah yang gelap. Mereka
menghabiskan hidup mereka di dalam kesusahan dan kesengsaraan. Mereka menanggung
kesusahan yang besar, tekanan-tekanan keadaan, di dalam dunia yang gelap
sepenuhnya.
Nabi s.a.w bersabda,
"Dunia ini adalah penjara bagi orang beriman".
Seperti yang baginda s.a.w kabarkan percubaan yang paling besar menimpa
para
nabi, kemudian yang hampir dengan Allah, kemudian dengan kadar menurun
mengikuti kadar seseorang itu mau menghampiri Allah. Jadi, adalah
sesuai bagi sufi
memakai pakaian hitam dan mengikat serban hitam di kepalanya, karena ia
adalah
pakaian orang yang bersedia menempuh kesusahan dan kesakitan di dalam
perjalanan
ini.
Di dalam kenyataan, hitam
adalah pakaian paling sesuai bagi mereka yang berkabung kerana kehilangan
kemanusiaan dan kewujudan diri mereka. Ramai manusia yang kehilangan anugerah
yang berharga karena kecuaian, sesuai hanya untuk kemanusiaan, bagi mereka yang
sedar, bagi yang bisa melihat kebenaran, enggan itu membunuh kehidupan abadi
dengan tangan mereka sendiri. Membuang kasih Ilahi yang kerinduan di dalam hati
mereka, memisahkan diri mereka enggan roh suci, mereka hilang kesempatan untuk
kembali kepada asal mereka, kepada penyebab.
Walaupun mereka tidak
mengetahuinya, merekalah yang menderita bala yang paling besar. Jika mereka
sadar yang mereka sudah kehilangan segala nikmat akhirat, kehidupan abadi,
mereka tentunya memakai pakaian hitam, pakaian berkabung. Janda yang kematian
suami berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ini adalah berkabung karena
kehilangan sesuatu di dalam dunia. Orang yang kehilangan kebaikan hidup yang
abadi seharusnya berkabung secara abadi juga.
Nabi s.a.w bersabda, "Mereka
yang ikhlas senantiasa berada di tepi bahaya besar". Betapa tepat gambaran ini
mengenai orang yang terpaksa berjalan berjingkit-jingkit dengan penuh
kewaspadaan! Tetapi inilah suasana sufi yang meninggalkan kewujudan dirinya dan
berada di dalam alam fana. Kefakirannya terhadap dunia ini yang ditinggalkannya
dan hajatnya yang penuh kepada Allah sangat besar, dan dia melepasi kemanusiaan
sebagai keindahan yang sangat lebih.
Mereka yang memperoleh penyaksian kepada yang haq, setelah menyaksikan keindahan kebenaran itu, tidak
ingin melihat yang lain lagi. Mereka tidak boleh melihat kecintaan dan kerinduan
kepada apa saja. Bagi mereka, Allah jualah yang menjadi yang dikasihi, hanya
Dia yang wujud. Begitulah keadaan mereka di dalam kedua-dua alam. Itulah
satu-satunya prinsip mereka. Akhirnya mereka menjadi insan, dan Allah ciptakan
insan supaya mengenali-Nya, supaya mencapai Zat-Nya.
Menjadi kewajiban bagi setiap
orang untuk mencari dan mengenali atau mengetahui tujuan dia diciptakan dan
menghayati maksud tujuan tersebut, kewajiban yang mereka tanggung di dalam dunia
ini dan di akhirat, supaya mereka tidak habiskan usia mereka di dalam kerugian,
agar mereka tidak menyesal selama-lamanya di akhirat - dibungkus, lemas di dalam
kerinduan yang akan mereka sedari akhirnya di dalam penyesalan yang abadi.
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة