SAHABAT NGAJI ISLAM ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?
Tampilkan postingan dengan label SIRRUL ASRAR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SIRRUL ASRAR. Tampilkan semua postingan

BAB 14: PENYUCIAN DIRI

Written By Unknown on Selasa, 12 Juni 2012 | 23.47


KITAB SIRRUL ASROR BAB 14
PENYUCIAN DIRI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله

Dua jenis penyucian: Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan agama (Syari'at) dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan dengan air yang bersih. Keduanya ialah penyucian batin,  dengan menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru kerohanian.

Menurut hukum dan peraturan agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika keluar sesuatu dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu. Dalam hal keluar mani dan darah haid mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh yang terdedah - tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh. 

Mengenai pembaharuan wudlu Nabi s.a.w bersabda, "Pada setiap pembaruan wudlu Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan memancar dengan lebih bercahaya". Dan, "Mengulangi bersuci dengan wudlu adalah cahaya di atas cahaya".

Kesucian batin juga bisa hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian dzahir, dengan sifat buruk, buruk perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong, takabur, menipu, mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak sadar memberi kesan kepada roh: mulut yang memakan makanan haram, bibir yang berdusta, telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki yang membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan dengan alat kelamin. Nabi s.a.w bersabda, "Mata juga berzina".

Bila kesucian batin ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian adalah dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri, dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air yang membasuh kekotoran jiwa), dengan berazam tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya dari melakukan dosa lagi.

Sembahyang adalah menghadap Tuhan. Berwudlu, supaya berada di dalam keadaan suci, menjadi syarat untuk bersembahyang. Orang arif tahu penyucian dzahir saja tidak cukup, karena Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati, yang perlu diberi wudlu dengan cara bertaubat. Firman Allah: 
هٰذا ما توعَدونَ لِكُلِّ أَوّابٍ حَفيظٍ ﴿٣٢﴾
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).. (Surah Qaaf, ayat 32).

Penyucian tubuh dan wudlu zahir terikat dengan masa karena tidur membatalkan wudlu. Penyucian ini terikat dengan siang dan malam bagi kehidupan di dalam dunia. Penyucian alam batin, wudlu bagi diri yang tidak kelihatan, tidak ditentukan oleh masa. Ia untuk seluruh kehidupan - bukan saja kehidupan sementara di dunia tetapi juga kehidupan abadi di akhirat. 

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
23.47 | 6 komentar

BAB 13 : TENTANG KATA SUFI

KITAB SIRRUL ASROR BAB 13
TENTANG KATA SUFI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله

Ada satu golongan yang dikenal sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada istilah sufi. Ada yang melihatnya pada keadaan dzahir mereka memakai baju bulu yang kasar. Bulu dalam bahasa Arab ialah suf. Dari perkataan ini mereka dipanggil sufi. Yang lain melihat kepada kehidupan mereka yang bebas dari urusan dunia ini serta kedamaian dan ketenteraman mereka, keadaan yang sesuai dengan bahasa Arab safa. Dari perkataan safa itu timbul istilah sufi. Yang lain pula memandang lebih mendalam, kepada hati mereka yang suci murni dan bebas dari apa saja kecuali Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi berarti kesucian hati dan dari perkataan itu dikatakan timbul istilah sufi. Yang lain memanggil mereka sufi karena mereka hampir dengan Allah dan akan berdiri di barisan pertama di hadapan Allah pada hari kiamat. Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.

Terdapat empat alam, empat dunia. 
Pertama ialah alam atau dunia jasad - tanah, air, api dan angin merupakan jirim dalam alam ini.
Kedua ialah alam makhluk rohani - malaikat, jin, mimpi dan kematian, ganjaran Allah - taman surga dan keadilan Allah - tujuh neraka. 
Ketiga ialah alam huruf, nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Loh Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang menjadi sumber kepada perintah-perintah Allah. 
Keempat ialah alam Zat Allah Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan atau diuraikan karena pada alam ini atau tahap ini tidak ada perkataan, nama-nama, sifat-sifat atau persamaan. Tiada siapa kecuali Allah mengetahuinya.

Terdapat pula empat jenis ilmu
Pertama ilmu tentang peraturan-peraturan Allah, dan berhubung dengan aspek lahir kehidupan dunia ini. 
Kedua ialah ilmu kerohanian, pengetahuan batin tentang sebab dan akibat. 
Ketiga ialah ilmu tentang jiwa, roh, mengenal diri dan melaluinya pengetahuan tentang ketuhanan . 
Keempat ilmu tentang kebenaran atau hakikat.

Roh juga ada empat jenis, roh kebendaan, roh yang arif, roh yang memerintah (roh sultan) dan roh kudus (roh suci).

Yang zahir, kenyataan bagi Pencipta, juga ada empat jenis. 
Pertama ialah kenyataan di dalam rupa, bentuk, warna. 
Kedua ialah kenyataan perbuatan dan tindak balas dalam perkara yang berlaku. 
Ketiga ialah kenyataan dalam sifat-sifat, bakat-bakat, perangai-perangai sesuatu. 
Keempat  kenyataan bagi zat-Nya.

Akal atau daya menimbang juga ada empat jenis: akal yang menguruskan soal-soal kehidupan duniawi, akal yang menimbang dan memikirkan soal-soal akhirat, akal bagi roh yang bertugas dalam bidang makrifat dan akhirnya akal yang meliputi.

Perkara yang dibincangkan juga ada empat jenis. Empat jenis ilmu, empat jenis roh, empat jenis penzahiran (kenyataan) dan empat jenis akal. 

Ada orang yang berada pada tahap pertama ilmu, roh, kenyataan dan akal. Mereka adalah penghuni surga pertama yang dipanggil surga yang menjadi tempat kembali yang mensejahterakan, yaitu surga keduniaan. Mereka yang berada pada tahap kedua ilmu, roh, kenyataan dan akal tergolong ke dalam surga yang lebih tinggi, taman kesukaan dan kesenangan kurnia Allah kepada makhluk-Nya, surga di dalam alam malaikat.. Sebagian manusia yang mencapai tahap ketiga ilmu, roh, kenyataan dan akal (makrifat) berada di dalam surga peringkat ketiga, surga langit-langit, surga nama-nama dan sifat-sifat Ilahi dalam alam ketauhidan.

Namun, mereka yang mencari dan terikat dengan ganjaran Allah, walaupun surga, tidak dapat melihat hakikat kebenaran dalam diri mereka dan dalam benda-benda di sekeliling mereka. Mereka yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana sebenar sufi, suasana keinginan menyeluruh - tidak inginkan sesuatu apa pun kecuali Allah, berhajat kepada Allah saja - meninggalkan segala-galanya dan tidak mencari apa-apa kecuali yang HAQ. Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam alam yang haq, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata kerana Zat Allah, tidak kerana yang lain.

Ini sesuai dengan perintah Allah, "Carilah keselamatan dengan Allah" dan ikut nasihat Nabi s.a.w, "Kedua-duanya, dunia dan akhirat terlarang bagi orang yang mencintai Allah". Nabi s.a.w tidak bermaksud mengharamkan dunia akhirat, Apa yang baginda maksudkan ialah orang yang berkehendak menemui Allah lebih dekat, keinginan hawa nafsunya, egonya, kasih sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat, harus dihilangkan.

Pencari yang haq memberi alasan: Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua yang dicipta berhajat kepada Pencipta. Bagaimana mungkin yang berhajat meminta kepada yang berhajat juga. Apa lagi jalan bagi yang diciptakan kecuali mencari Pencipta.
Allah berfirman melalui Rasul-Nya, "Kecintaan-Ku, Wujud-Ku, adalah kecintaan mereka kepada-Ku".
Nabi s.a.w bersabda, "Keadaanku yang sangat berhajat, kemiskinanku, adalah kemegahanku"

Keadaan yang sangat berhajat dan kecintaan kepada Allah menjadi asas kepada pencarian sufi. Keadaan kemiskinan yang menjadi kebanggaan Nabi s.a.w bukanlah kekurangan sesuatu berbentuk keduniaan atau kebendaan. Ia adalah pelepasan segala-galanya kecuali keinginan kepada Zat Allah. Ia adalah segala sesuatu- bukan saja yang di dalam dunia ini, malah yang dijanjikan di akhirat juga - dan lantaran itu suasana berhajat sepenuhnya untuk dipersembahkan kepada Allah.

Inilah keadaan yang membawa seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di dalam zat Allah. Ia adalah mengosongkan diri seseorang dari apa saja kecuali cinta Allah. Kemudian hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji Allah, "Aku tidak dapat dimuat oleh langit dan bumi tetapi mampu dimuat oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".

Hamba yang beriman adalah yang melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya. Bila hati sudah disucikan, Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya ke dalamnya. Abu Yazid Al-  Bustami menggambarkan keluasan hatinya dengan katanya, "Jika segala yang maujud di dalam dan di sekeliling arasy, keluasan semua ciptaan Allah, diletakkan di penjuru hati manusia sempurna dia tidak akan merasai beratnya".

Begitulah keadaan kekasih Allah. Kasihilah mereka dan setia selalu bersama mereka karena yang mencintai akan bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda kecintaan itu ialah mencari kehadiran bersama-sama mereka, berkehendak mendengar perkataan mereka, dan dengan pandangan serta perkataan mereka, dapat merasakan kerinduan terhadap Allah Yang Maha Tinggi.

Allah berfirman melalui Nabi-Nya, "Aku merasakan kerinduan para hamba-Ku yang beriman, yang baik-baik, hamba yang sejati, terhadap Diri-Ku dan Aku juga merindukan mereka".

Kekasih Allah kelihatan berbeda dari orang lain, kelakuan dan tindakan mereka juga berbeda. Pada peringkat permulaan, ketika masih baru, tindakan mereka kelihatan seimbang antara baik dengan buruk. Bila mereka maju lagi dan sampai kepada peringkat pertengahan, perbuatan mereka penuh dengan manfaat. Dalam semua hal kebaikan yang keluar melalui mereka bukan saja dalam ketaatan mereka mematuhi perintah Allah dan peraturan agama, tetapi juga dalam perbuatan yang mengandungi puncak kebahagiaan dan bersinar dengan cahaya kepada maksud bagi yang zahir.

Mereka seolah-olah dipakaikan dengan pakaian dari cahaya yang berwarna warni yang memancar dari mereka menurut makam (tingkatan) mereka.
Apabila mereka dapat mengalahkan ego mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan berkat kalimah tauhid "La ilaha illa Llah" dan sampai kepada kewujudan yang bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil, yang benar dengan yang salah, cahaya biru langit memancar keluar dari mereka.

Bila dalam peringkat tersebut, dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka berpindah sepenuhnya ke dalam kebaikan dan meninggalkan kejahatan keseluruhannya, cahaya merah membungkus atau membaluti mereka.

Dengan berkata nama Allah - HU - nama itu tiada yang lain kecuali yang haq dapat menceritakannya, mereka sampai kepada peringkat dipersucikan dari segala sifat-sifat keji dan perbuatan jahat dan menemui suasana tenang dan aman, kemudian cahaya hijau keluar dari mereka.

Bila semua ego dan keinginan, bila semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui berkat HAQ, yang sebenarnya, dan bila mereka menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak Allah dan ridha dengan apa juga yang datang dari-Nya, warna mereka berubah menjadi cahaya putih.

Inilah gambaran orang-orang sufi dari peringkat permulaan mereka di dalam perjalanan sampailah kepada peringkat pertengahan. Tetapi seseorang yang sampai kepada perbatasan peringkat ini tidak mempunyai bentuk atau warna. Dia menjadi seolah-olah sinaran cahaya matahari. Cahaya matahari tidak berwarna. Sufi yang sampai kepada makam yang paling tinggi tidak mempunyai kewujudan untuk membalikkan cahaya atau warna. Jika ada, warnanya ialah hitam, yang menyerap semua warna. Inilah tanda keadaan fana.

Orang ramai yang melihat kepadanya, keadaan yang tiada warna ini, kelihatan gelap, menjadi tabir menutupi cahaya makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi sinaran matahari. Allah berfirman: An-Naba: 10 - 11
وَجَعَلنَا الَّيلَ لِباسًا  وَجَعَلنَا النَّهارَ مَعاشًا 
 
"Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan". (Surah Nabaa, ayat 10 & 11).

Bagi mereka yang sampai kepada hakikat atau intisari akal dan ilmu, ada tanda dalam ayat di atas.

Mereka yang sampai kepada kebenaran (hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan seolah-olah di penjarakan di sini di dalam bilik kurungan di bawah tanah yang gelap. Mereka menghabiskan hidup mereka di dalam kesusahan dan kesengsaraan. Mereka menanggung kesusahan yang besar, tekanan-tekanan keadaan, di dalam dunia yang gelap sepenuhnya. 

Nabi s.a.w bersabda, "Dunia ini adalah penjara bagi orang beriman". Seperti yang baginda s.a.w kabarkan percubaan yang paling besar menimpa para nabi, kemudian yang hampir dengan Allah, kemudian dengan kadar menurun mengikuti  kadar seseorang itu  mau menghampiri Allah. Jadi, adalah sesuai bagi sufi memakai pakaian hitam dan mengikat serban hitam di kepalanya, karena ia adalah pakaian orang yang bersedia menempuh kesusahan dan kesakitan di dalam perjalanan ini.

Di dalam kenyataan, hitam adalah pakaian paling sesuai bagi mereka yang berkabung kerana kehilangan kemanusiaan dan kewujudan diri mereka. Ramai manusia yang kehilangan anugerah yang berharga karena kecuaian, sesuai hanya untuk kemanusiaan, bagi mereka yang sedar, bagi yang bisa melihat kebenaran, enggan itu membunuh kehidupan abadi dengan tangan mereka sendiri. Membuang kasih Ilahi yang kerinduan di dalam hati mereka, memisahkan diri mereka enggan roh suci, mereka hilang kesempatan untuk kembali kepada asal mereka, kepada penyebab. 

Walaupun mereka tidak mengetahuinya, merekalah yang menderita bala yang paling besar. Jika mereka sadar yang mereka sudah kehilangan segala nikmat akhirat, kehidupan abadi, mereka tentunya memakai pakaian hitam, pakaian berkabung. Janda yang kematian suami berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ini adalah berkabung karena kehilangan sesuatu di dalam dunia. Orang yang kehilangan kebaikan hidup yang abadi seharusnya berkabung secara abadi juga.

Nabi s.a.w bersabda, "Mereka yang ikhlas senantiasa berada di tepi bahaya besar". Betapa tepat gambaran ini mengenai orang yang terpaksa berjalan berjingkit-jingkit dengan penuh kewaspadaan! Tetapi inilah suasana sufi yang meninggalkan kewujudan dirinya dan berada di dalam alam fana. Kefakirannya terhadap dunia ini yang ditinggalkannya dan hajatnya yang penuh kepada Allah sangat besar, dan dia melepasi kemanusiaan sebagai keindahan yang sangat lebih.

Mereka yang memperoleh penyaksian kepada yang haq, setelah menyaksikan keindahan kebenaran itu, tidak ingin melihat yang lain lagi. Mereka tidak boleh melihat kecintaan dan kerinduan kepada apa saja. Bagi mereka, Allah jualah yang menjadi yang dikasihi, hanya Dia yang wujud. Begitulah keadaan mereka di dalam kedua-dua alam. Itulah satu-satunya prinsip mereka. Akhirnya mereka menjadi insan, dan Allah ciptakan insan supaya mengenali-Nya, supaya mencapai Zat-Nya.

Menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk mencari dan mengenali atau mengetahui tujuan dia diciptakan dan menghayati maksud tujuan tersebut, kewajiban yang mereka tanggung di dalam dunia ini dan di akhirat, supaya mereka tidak habiskan usia mereka di dalam kerugian, agar mereka tidak menyesal selama-lamanya di akhirat - dibungkus, lemas di dalam kerinduan yang akan mereka sedari akhirnya di dalam penyesalan yang abadi.


رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
23.45 | 1 komentar

BAB 12 KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH

Written By Unknown on Rabu, 25 April 2012 | 00.50

KITAB SIRRUL ASROR BAB 12
KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Patut diketahui bahwa manusia termasuk pada salah satu dari dua golongan, golongan pertama ialah yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sementara golongan kedua berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran terhadap peraturan Tuhan. Kedua nilai, ketaatan dan keingkaran, ada di dalam diri seseorang. Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat mementingkan diri akan bertukar menjadi suasana kerohanian dan bagian diri yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik. Sebaliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar akan menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan jahat. Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik itu boleh menang, sebagaimana yang dijanjikan: 
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(Surah An’aam, ayat 160).

Dan jika Allah kehendaki ditambah-Nya lagi ganjaran atas kebaikan. Namun orang yang kebajikan dan kejahatannya sama banyak mesti lulus perbicaraan pada hari pembalasan. Orang yang berhasil mengubah sifat mementingkan diri kepada tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang rendah kepada cita-cita kerohanian, baginya tiada hisab, tiada catatan akan diberikan kepadanya. Dia akan memasuki surga tanpa melalui huru hara hari kiamat. 
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.. (Surah Qari’ah, ayat 6 & 7).
 
Orang yang kejahatannya lebih berat daripada kebaikannya akan dihukum menurut kadar kejahatannya. Kemudian dia dikeluarkan dari neraka, jika dia beriman, dan akan masuk syurga.
Taat dan ingkar bermakna baik dan jahat. Kedua-dua ini ada dalam diri seseorang manusia. Yang baik boleh berubah menjadi jahat dan yang jahat boleh berubah menjadi baik. Nabi s.a.w bersabda,  
“Orang yang kebaikan menguasainya menemui keselamatan, keimanan dan kegembiraan dan menjadi baik. Orang yang kejahatannya lebih menguasai kebaikan, dia menjadi ingkar dan jahat. Orang yang menyadari kesalahannya dan bertaubat dan mengubah haluannya akan mendapati suasana ingkar akan bertukar menjadi taat dan beribadat”.
 
Telah menjadi ketentuan bahwa baik dan jahat, kehidupan yang diberkati bagi orang yang taat dan kesengsaraan bagi yang ingkar, adalah keadaan yang setiap orang dilahirkan dengannya. Kedua-duanya tersembunyi di dalam bakat atau keupayaan seseorang. Nabi s.a.w bersabda,  
“Orang yang bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam kandungan ibunya, dan orang berdosa yang jahat adalah pendosa di dalam kandungan ibunya”

Begitulah keadaannya dan tiada siapa yang berhak berbicara mengenainya. Urusan takdir bukan untuk dibicarakan. Jika dibiarkan perbincangan demikian ia akan membawa kepada bid'ah dan kekufuran.
Lagipula tiada siapa boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk membuang segala ikhtiar, semua perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh mengatakan, ‘Jika aku ditakdirkan menjadi baik maka aku bersusah payah membuat kebaikan sedangkan aku sudah diberkati’. Atau berkata, ‘Jika aku sudah ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan’. Jelas sekali pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan, ‘Jika keadaan aku sudah ditakdirkan pada azali apa untung atau rugi yang aku harapkan dengan usahaku sekarang’. Contoh yang baik diberikan kepada kita adalah perbandingan di antara Adam a.s dengan iblis yang dilaknat. Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir, yang menyebabkan dia menjadi derhaka, maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh daripada keampunan dan kehampiran Tuhan. Adam a.s mengakui kesilapannya dan memohon keampunan, menerima keampunan dari Allah dan diselamatkan.

Menjadi kewajiban bagi orang Islam yang beriman untuk tidak coba memahami sebab-sebab yang tersimpan di dalam takdir. Orang berbuat demikian akan menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa melainkan keraguan. Bahkan dia mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman mestilah mempercayai kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak. Segala yang manusia lihat terjadi pada dirinya di dalam dunia ini mesti ada alasan tetapi alasan itu bukan untuk difahami melalui lojik manusia karena ia berdasarkan kebijaksanaan Tuhan. Di dalam kehidupan ini bila kamu temui pencacian terhadap Tuhan, kemunafikan, keingkaran, penipuan dan lain-lain yang jahat, jangan biarkan perkara-perkara tersebut menggoncangkan iman kamu. 

Ketahuilah Allah Yang Maha Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak bertanggungjawab kepada semua perkara dan Dia lakukan apa yang kelihatan sebagai tidak baik sebagai menyatakan kekuasaan-Nya yang mutlak. Penampakan kekuasaan yang demikian mungkin menyebabkan ada orang yang tidak bertahan dan menganggapnya sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar di sebaliknya yang tiada makhluk yang tahu melainkan Rasulullah s.a.w. Ada kisah orang arif berdoa kepada Tuhannya, “Wahai Yang Maha Suci, semua telah diatur oleh Engkau. Takdirku adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau letakkan padaku adalah milik-Mu”. Ketika itu dia mendengar jawaban tanpa suara tanpa sepatah perkataan, keluar dari dalam dirinya mengatakan, “Wahai hamba-Ku. Segala yang engkau katakan adalah kepunyaan Yang Maha Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik hamba-hamba”. Hamba yang beriman itu berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah menzalimi diriku, aku bersalah, aku berdosa”. Selepas pengakuan itu sekali lagi dia mendengar dari dalam dirinya, “Dan Aku mempunyai keampunan terhadap dirimu. Aku telah hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampuni kamu”. 

Biar mereka yang beriman tahu dan bersyukur yang segala kebaikan yang mereka lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui mereka, kejayaan datangnya dari Pencipta. Bila mereka bersalah biar mereka tahu bahawa kesalahan mereka datangnya dari diri mereka sendiri, kepunyaan mereka dan mereka boleh bertaubat. Kesalahan datangnya dari keegoan mereka yang batil. Jika kamu memahami ini dan mengingatinya kamu termasuk ke dalam golongan yang disebut Allah: 
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.. (Surah Imraan, ayat 135 & 136).
 
Adalah baik bagi orang yang beriman mengakui yang dirinya sendirilah puncak semua kesalahan dan dosanya. Itulah yang akan menyelamatkannya. Itu lebih baik dan lebih benar daripada meletakkan kesalahan dirinya kepada Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Pencipta semua perkara.
Bila Nabi s.a.w bersabda, “Telah diketahui bila seseorang itu berada di dalam kandungan ibunya  dia akan menjadi baik atau pendosa” baginda maksudkan ‘dalam kandungan ibu’ itu adalah empat anasir yang melahirkan semua kekuatan atau tenaga dan kebolehan lahiriah. Dua daripada anasir tersebut adalah tanah dan air yang bertanggungjawab kepada pertumbuhan keyakinan dan pengetahuan, melahirkan kehidupan dan lahir dalam hati sebagai tawaduk (kerendahan diri). Dua anasir lain ialah api dan angin yang bertentangan dengan tanah dan air – membakar, membinasa, membunuh. Kudrat Tuhan yang menyatukan anasir-anasir yang berlawanan dan berbeza menjadi satu. Bagaimana air dan api bisa bersama? Bagaimana cahaya dan kegelapan bisa terkandung di dalam awan? 
هُوَ الَّذِي يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ
وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung.Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya.
. (Surah ar-Ra’d, ayat 12 & 13).

 Satu hari wali Allah Yahya bin Mua’adh ar-Razi ditanya, “Bagaimana mengenali Allah?’ Dia menjawab, “Melalui gabungan yang bertentangan”.
Pertentangan termasuk pada, dan sebenarnya keperluan bagi, memahami sifat-sifat Allah. Dengan menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi seseorang menjadi cermin yang membalikkan kebenaran itu, juga sifat Yang Maha Perkasa dibalikkan. Dalam diri manusia terkandung seluruh alam maya. Sebab itu dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia dengan dua tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya, keperkasaan dan kekuasaan. Jadi, manusia adalah cermin yang menunjukkan kedua-dua belah, yang kasar serta tebal dan yang halus serta indah. 

Semua nama-nama Ilahi nyata pada manusia. Semua makhluk yang lain hanya sebelah saja. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat kekerasan-Nya. Dia ciptakan malaikat dengan sifat kemurahan-Nya. Nilai-nilai kesucian dan kebaktian yang berterusan terkandung dalam kejadian malaikat, sementara iblis dan keturunannya yang diciptakan dengan sifat kekerasan-Nya, mempunyai nilai kejahatan, kerana itu iblis menjadi takabur, dan bila Allah perintahkan sujud kepada Adam dia ingkar. 

Oleh kerana manusia mempunyai kedua-dua ciri alam tinggi dan rendah, dan Allah telah memilih utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan manusia, mereka tidak bebas daripada kesilapan. Nabi-nabi dipelihara dari dosa-dosa besar tetapi kekhilapan kecil harus berlaku pada mereka. Wali-wali pula tidak terjamin dipelihara daripada dosa tetapi adalah dikatakan wali-wali itu hampir dengan Tuhan, mencapai makam kesempurnaan, mereka masuk ke bawah perlindungan Tuhan dari dosa-dosa besar. 

Syaqiq al-Baqi berkata, “Terdapat lima tanda kebenaran: perangai yang lemah lembut dan lembut hati, menangis kerana menyesal, mengasingkan diri dan tidak peduli tentang dunia, tidak bercita-cita tinggi, dan memiliki rasa hati (gerak hati atau intuisi). Tanda-tanda pendosa juga lima; keras hati, mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia dan kesenangannya, bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada rasa atau gerak hati”. 

Nabi s.a.w meletakkan empat nilai pada orang yang baik-baik, “Boleh dipercayai dan menjaga apa yang diamanahkan kepadanya dan mengembalikannya. Menepati janji. Bercakap benar, tidak berbohong. Tidak kasar dalam perbincangan dan tidak menyakitkan hati orang lain”. Baginda s.a.w juga memberitahu empat tanda pendosa, “Tidak boleh dipercayai dan merosakkan amanah yang diberikan kepadanya, mungkir janji, menipu, suka bertengkar, memaki apabila berbincang dan menyakitkan hati orang lain”. Seterusnya pendosa tidak dapat memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman kerana kemaafan menjadi tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya: 

“Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
 
Perintah ‘maafkanlah’ bukan hanya tertuju kepada Rasulullah s.a.w seorang sahaja. Ia mengenai semua orang dan tentu sahaja termasuk mereka yang beriman dengan Rasulullah s.a.w. Perkataan ‘maafkanlah’ bermakna jadikan tabiat memafkan, jadikan sifat atau peribadi. Siapa yang ada sifat pemaaf menerima satu daripada nama-nama Allah – ar-Rauf – Yang Memaafkan. “Barangsiapa memaafkan dan membereskan maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah”. (Surah Syura, ayat 40).
 
Ketahuilah ketaatan kepada Allah bertukar menjadi ingkar, kejahatan dan dosa menjadi kebaikan, tidak berlaku dengan sendiri, tetapi dengan rangsangan, pengaruh, tindakan serta usaha diri sendiri. Nabi s.a.w bersabda, “Semua anak dilahirkan muslim. Ibu bapaknya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Setiap orang ada bakat untuk menjadi baik atau jahat, boleh memiliki sifat-sifat baik dan buruk dalam masa yang sama. Jadi, adalah salah menghukum seseorang atau sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau buruk. Tetapi benar jika dikatakan seseorang itu lebih banyak kebaikannya daripada kejahatannya ataupun sebaliknya. 

Ini bukan bermakna manusia masuk syurga tanpa amalan baik, juga bukan dia dihantar ke neraka tanpa amalan buruk. Berfikir cara demikian bertentangan dengan prinsip Islam. Allah menjanjikan syurga kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan diancam-Nya orang-orang yang berdosa dengan azab neraka.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan (Surah Jaasiaah, ayat 15).

الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. (Surah Mukmin, ayat 17).
 
 وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
. (Surah Baqaraah, ayat 110).
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
00.50 | 4 komentar

BAB 11: TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN

Written By Unknown on Jumat, 24 Juni 2011 | 19.45

KITAB SIRRUL ASROR BAB 11
TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN.
Allah berfirman:
وَمَن كانَ فى هٰذِهِ أَعمىٰ فَهُوَ فِى الءاخِرَةِ أَعمىٰ وَأَضَلُّ سَبيلًا
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”. (Surah Al-Isra, ayat 72).
Bukan buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang menghalangi seseorang dari melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah:
فَإِنَّها لا تَعمَى الأَبصٰرُ وَلٰكِن تَعمَى القُلوبُ الَّتى فِى الصُّدورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (Surah Hajj, ayat 46).

Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kebodohan terhadap hakikat (kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu tetap di dalam kebodohan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian dari nilai-nilai itu yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat mulia hingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.

Untuk membebaskan seseorang dari kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri, menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini terus diperjuangkan hingga hati menjadi hidup dengan cahaya keesaan – dan dengan cahaya keesaan itu mata hati yang suci akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dan pada dirinya.

Baru setelah itu kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenarnya yang darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenarnya itu, dengan pertolongan Yang Maha Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.

Bila sifat-sifat kegelapan terangkat, cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri.
Hati mempunyai dua mata, satu yang sempit dan satu lagi yang luas. Dengan mata yang sempit seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah.

Penglihatan ini berterusan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada daerah maqom dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghujung bagi kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan yang Mutlak.
Bagi yang mencapai maqom-maqom ini ketika masih di dalam dunia, di dalam kehidupan ini kamu mestilah membersihkan diri kamu dari sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan. Jarak kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah makam-makam tersebut tergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri darihawa nafsu yang rendah dan ego diri kamu.

Pencapaian kamu kepada maqom yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang menjadi diketahui (dari tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang memperoleh apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang menyatu dengan apa yang dikhayalkan. maqom yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu dari segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.
Dia Maha Besar, segala puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata dalam apa yang Dia sembunyikan darikamu. Dia menyatakan Diri-Nya sebagaimana Dia melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya tersembunyi di dalam ketidak upayaan mengenali-Nya.

Jika ada di antara kamu yang sampai kepada cahaya yang diterangkan dalam buku ini, ketika kamu masih lagi berada di dalam dunia, buatlah muhasabah (hisab) terhadap diri kamu, buku catatan kamu tentang amalan kamu. Hanya di bawah cahaya, kamu boleh melihat apa yang kamu sudah buat dan sedang buat; buat perkiraan kamu. Kamu akan membaca buku catatan kamu di hadapan Tuhan kamu pada hari pembalasan. Itu adalah muktamad.

Di sana kamu tidak ada peluang menolaknya. Jika kamu lakukan di sini ketika kamu masih ada waktu, kamu akan termasuk ke dalam golongan yang diselamatkan. Jika tidak, azab dan siksa menjadi bagian kamu di akhirat. Hidup ini akan berakhir. Di sana ada azab di dalam kubur, ada hari pembalasan, ada neraka yang menimbang hingga dosa yang paling kecil dan kebaikan yang paling kecil. Kemudian ada jambatan yang lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang, penghujungnya ialah taman, sementara di bawahnya ialah neraka yang penuh dengan kecelakaan, penderitaan, semuanya akan terbentang apabila kehidupan yang singkat ini berakhir.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
19.45 | 0 komentar

BAB 10: MENYAKSIKAN ALLAH SWT

Written By Unknown on Kamis, 14 April 2011 | 00.11

KITAB SIRRUL ASROR BAB 10
MENYAKSIKAN ALLAH SWT
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
SAMPAI KEPADA MAKAM MELIHAT KENYATAAN ZAT YANG MAHA SUCI.

Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.

ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأىٰ
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”. (Surah Najmi, ayat 11).

Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Sesiapa yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.

Kenyataan ini disahkan oleh Sayyidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.

Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
اللَّهُ نورُ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ ۚ مَثَلُ نورِهِ كَمِشكوٰةٍ فيها مِصباحٌ ۖ المِصباحُ فى زُجاجَةٍ ۖ الزُّجاجَةُ كَأَنَّها كَوكَبٌ دُرِّىٌّ يوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُبٰرَكَةٍ زَيتونَةٍ لا شَرقِيَّةٍ وَلا غَربِيَّةٍ يَكادُ زَيتُها يُضيءُ وَلَو لَم تَمسَسهُ نارٌ ۚ نورٌ عَلىٰ نورٍ ۗ يَهدِى اللَّهُ لِنورِهِ مَن يَشاءُ ۚ وَيَضرِبُ اللَّهُ الأَمثٰلَ لِلنّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيءٍ عَليمٌ
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ”. (Surah Nuur, ayat 35).

Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intipati kepada hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahsia Tuhan, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.

Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Jibrail membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah untuk faedah kita supaya kita boleh mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelaskan siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى القُرءانَ مِن لَدُن حَكيمٍ عَليمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Qur'an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”. (Surah Naml, ayat 6).

Oleh kerana Nabi s.a.w menerima pembukaan sebelum Jibrail membawanya kepada baginda, setiap kali Jibrail membawa ayat-ayat suci itu Nabi s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
فَتَعٰلَى اللَّهُ المَلِكُ الحَقُّ ۗ وَلا تَعجَل بِالقُرءانِ مِن قَبلِ أَن يُقضىٰ إِلَيكَ وَحيُهُ ۖ وَقُل رَبِّ زِدنى عِلمًا
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: ""Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (Surah Ta Ha, ayat 114).

Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Jibrail menemani Nabi s.a.w pada malam mikraj, Jibrail tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Jibrail membiarkan Nabi s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.

Allah menggambarkan pokok zaitun yang diberkati, pokok keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.

Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.

Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:

“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.

Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati.

“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).

Nabi s.a.w bersabda, “Aku melihat Tuhanku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan bayi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu samada bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cubalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahsia-rahsia.

Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:

“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.

Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyata di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:

“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.

Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:

“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
يٰأَهلَ الكِتٰبِ قَد جاءَكُم رَسولُنا يُبَيِّنُ لَكُم كَثيرًا مِمّا كُنتُم تُخفونَ مِنَ الكِتٰبِ وَيَعفوا عَن كَثيرٍ ۚ قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.”. (Surah Maaidah, ayat 15).

Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة


00.11 | 0 komentar

BAB 9 : SYARAT MELAKUKAN DZIKIR

Written By Unknown on Rabu, 13 April 2011 | 23.45


KITAB SIRRUL ASROR BAB 9
SYARAT MELAKUKAN DZIKIR
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Salah satu syarat menyediakan seseorang untuk berzikir ialah berada di dalam keadaan berwuduk; basuh dan bersihkan tubuh badan dan sucikan hati. Pada peringkat permulaan, supaya zikir itu berkesan, perlulah disebut kuat-kuat akan perkataan dan ayat yang dijadikan zikir – kalimah tauhid, sifat-sifat Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu berada di dalam kesedaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup – bukan sahaja hidup di dunia ini bahkan juga hidup abadi di akhirat.
لا يَذوقونَ فيهَا المَوتَ إِلَّا المَوتَةَ الأولىٰ ۖ وَوَقىٰهُم عَذابَ الجَحيمِ
“mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka,”. (Surah Dukhaan, ayat 56).

Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai yang haq melalui zikir, “Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi”. Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.

Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha, tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahsia-rahsia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.

Pentingnya memperoleh makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w,
“Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat”.

Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan kemauan selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w,

“Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rosak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya”.

Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi teguran:
وَيَومَ يُعرَضُ الَّذينَ كَفَروا عَلَى النّارِ أَذهَبتُم طَيِّبٰتِكُم فى حَياتِكُمُ الدُّنيا وَاستَمتَعتُم بِها فَاليَومَ تُجزَونَ عَذابَ الهونِ بِما كُنتُم تَستَكبِرونَ فِى الأَرضِ بِغَيرِ الحَقِّ وَبِما كُنتُم تَفسُقونَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): ""Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik”. (Surah Ahqaaf, ayat 20).

Nabi s.a.w bersabda,
“Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya”.

Niat adalah asas amalan. Nabi s.a.w,
“Adalah baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat”.

مَن كانَ يُريدُ حَرثَ الءاخِرَةِ نَزِد لَهُ فى حَرثِهِ ۖ وَمَن كانَ يُريدُ حَرثَ الدُّنيا نُؤتِهِ مِنها وَما لَهُ فِى الاخِرَةِ مِن نَصيبٍ
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat”. (Surah Syura, ayat 20).

Cara terbaik ialah mencari guru kerohanian yang akan membawa hati kamu hidup. Ini akan menyelamatkan kamu di akhirat. Ini adalah penting; ia mesti dilakukan segera ketika masih hidup. Dunia ini kebun akhirat. Orang yang tidak menanam di sini tidak boleh menuai di sana. Jadi, bercucuk tanamlah di dalam dunia ini dengan benih yang diperlukan untuk kesejahteraan hidup di sini dan juga di akhirat.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
23.45 | 0 komentar

BAB 8: DZIKIR

Written By Unknown on Jumat, 04 Maret 2011 | 20.43


KITAB SIRRUL ASROR BAB 8
DZIKIR
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Allah Yang Maha Tinggi menunjukkan jalan kepada para pencari supaya mengingat-Nya:
وَاذكُروهُ كَما هَدىٰكُم
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; (Surah Baqaraah, ayat 198).

Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu hanya boleh mengingat-Nya menurut kadar usahanya. Nabi s.a.w bersabda, “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku bawa dan para nabi-nabi , itulah kalimah “La ilaaha illa Llaah”.

Terdapat berbagai peringkat dzikir dan masing-masing ada cara yang berlainan. Ada yang diucapkan dengan lisan secara kuat dan ada pula yang diucapkan secara sirri, dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan dzikirnya dengan lisan secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehingga kepada yang paling tersembunyi dari yang tersembunyi. Sejauh mana dzikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, tergantung pada sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.

Dzikir yang diucapkan dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak lupa kepada Allah. Zikir secara rahasia di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Dzikir hati adalah dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan keelokan Allah. Dzikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (dzauk) yang diterima daripada pemerhatian rahasia suci itu. Dzikir pada bagian tersembunyi membawa seseorang kepada:
فى مَقعَدِ صِدقٍ عِندَ مَليكٍ مُقتَدِرٍ
“Di tempat duduk yang haq, di sisi Raja Agung yang sangat berkuasa”. (Surah Qamar, ayat 55).

Dzikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi – yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi – membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan dengana yang haq. Dalam kenyataannya tiada sesuatu kecuali Allah yang mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang mengandung semua pengetahuan, kesudahan kepada semua dan segala perkara.
وَإِن تَجهَر بِالقَولِ فَإِنَّهُ يَعلَمُ السِّرَّ وَأَخفَى
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” . (Surah Ta Ha, ayat 7).

Bila seseorang telah melewati tahap dzikir-dzikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih bersih dan lebih indah dari pada roh-roh yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik orang lain untuk mencari dan menemui yang haq. Setelah ia lahir bayi ini mengajak orang lain supaya mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang bersih.
رَفيعُ الدَّرَجٰتِ ذُو العَرشِ يُلقِى الرّوحَ مِن أَمرِهِ عَلىٰ مَن يَشاءُ مِن عِبادِهِ لِيُنذِرَ يَومَ التَّلاقِ
“ (Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai Arasy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat), (Surah Mukmin/Ghofir, ayat 15).

Roh khusus ini diutus dari maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang haq. Ia tidak berminat dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi s.a.w bersabda, “Dunia ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang menginginkan akhirat. Akhirat pula tidak dihajati oleh orang yang menginginkan dunia, dan ia tidak akan diberi kepada mereka. Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia dan akhirat tidak menarik perhatiannya” . Roh untuk yang haq. Orang yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.

Apa saja yang kamu buat di sini, dhohir kamu mestilah menurut syari'at (jalan) yang lurus. Ia hanya mungkin dengan mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan siang, lahir dan batin, berterusan. Bagi mereka yang menyaksikan yang haq mengingati Allah adalah wajib sebagaimana perintah-Nya:
فَاذكُرُوا اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِكُم
“Maka hendaklah kamu ingat kepada Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk kamu” . (Surah Nisaa', ayat 103).
الَّذينَ يَذكُرونَ اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِهِم وَيَتَفَكَّرونَ فى خَلقِ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ رَبَّنا ما خَلَقتَ هٰذا بٰطِلًا سُبحٰنَكَ فَقِنا عَذابَ النّارِ
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ""Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Surah Imraan, ayat 191).
20.43 | 0 komentar

BAB 7: PENINGKATAN ROHANI AHLI SUFI

Written By Unknown on Kamis, 09 Desember 2010 | 01.57


KITAB SIRRUL ASROR BAB 7
PENINGKATAN ROHANI AHLI SUFI

اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Sufi adalah kata Arab – Shaf, yang bererti bersih. Alam batin sufi disucikan, menjadi bersih dan diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan dan keesaan.
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian yang berhubungan dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai ‘Kelompok yang memakai baju bulu’. Shaf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempitan. Mereka berpegang cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain.

Dalam buku ‘al-Majm’ dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik kepada siapa yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan.

Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan keompok sufi ini kelihatan cantik walaupun pada dzahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka mesti dengan cara itu, yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada makam keesaan dan mesti nyata sebagai satu.

Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf,
kerohanian Islam, terdiri dari empat huruf – ‘ta’, ‘shad’, ‘wawu’ dan ‘fa’ (t,sh,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas dari dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati dari hawa nafsu duniawi yang huru hara dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.

Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, shafa. Huruf ‘sh’ adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang datang dari hati yang bebas dari kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini umpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati dari masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati kepada bumi dan menghalanginya terbang tinggi.

Cara membebaskan hati, dan mensucikannya, adalah dengan mengingat Allah (dzikrullah). Pada awalnya dzikir ini hanya secara lahiriyah, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila dzikir kepada-Nya sudah istiqomah, maka dzikir tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Q.S. Al-Anfal :2
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.

Dengan dzikir dan mengucapkan nama-nama Allah hati menjadi sadar dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi s.a.w bersabda,

“Ahli ilmu dzahir mendatangi dan meraih sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan menggilapkan hati mereka”.

Kesejahteraan tertinggi bagi hati diperoleh dengan membersihkan hati dari segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati. Apabila hati sudah diperindah dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah istiqamah dzikrurrah dan menyebut di dalam hati, dengan lisan rahasia akan kalimah tauhid “La ilaaha illa Llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘sh’ selesai.
Huruf ketiga ‘w’ bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya:

“Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).

Seseorang yang di dalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikaruniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya”. Dalam peringkat ini orang yang di dalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman:

“Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah sahaja yang berada di sana.
“Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan karena sesungguhnya kebatilan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.

Huruf keempat ‘f’ bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.

Dalam kenyataan hakikat senantiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurang. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperoleh karuniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyedari rahsia abadi.

“Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meridhai dan yang diridhai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesedaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah”. (Surah Fatir, ayat 10).

Jika seseorang berbuat sesuatu dan kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan makam tersebut, dalam surat AlQamar 54-55

54. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,

55. di tempat yang disenangi[1441] di sisi Tuhan yang berkuasa.
[1441] Maksudnya tempat yang penuh kebahagiaan, yang bersih dari hiruk-pikuk dan perbuatan-perbuatan dosa.

Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan:

“Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Mereka adalah:
“Orang-orang yang beriman dan beramal salih”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Bagaimanapun:
“Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat:
“Dan Allah beserta orang yang sabar”. (Surah Anfaal, ayat 66).
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
01.57 | 0 komentar

BAB 6 : PERJALANAN TAUBAT

Written By Unknown on Sabtu, 13 November 2010 | 19.32

KITAB SIRRUL ASROR BAB 6 :http://www.blogger.com/img/blank.gif
PERJALANAN TAUBAT

اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Tahap-tahap dan peringkat-peringkat perubahan kerohanian telah disebutkan. Perlu ditegaskan bahwa setiap peringkat harus dicapai terutama taubat. Cara bertaubat bisadipelajari pada orang yang mengetahui cara berbuat demikian dan yang telah sendirinya bertaubat. Taubat yang sebenar dan menyeluruh merupakan langkah pertama di dalam perjalanan.
إِذ جَعَلَ الَّذينَ كَفَروا فى قُلوبِهِمُ الحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الجٰهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكينَتَهُ عَلىٰ رَسولِهِ وَعَلَى المُؤمِنينَ وَأَلزَمَهُم كَلِمَةَ التَّقوىٰ وَكانوا أَحَقَّ بِها وَأَهلَها ۚ وَكانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيءٍ عَليمًا ﴿٢٦
(Ingatlah) Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surah Fath, ayat 26).

Keadaan takut kepada Allah adalah sama dengan kalimah “La ilaha illa Llah” – tiada Tuhan, tiada apa-apa, kecuali Allah. Bagi orang yang mengetahui ini, akan ada perasaan takut kehilangan-Nya, kehilangan perhatian-Nya, cinta-Nya, keampunan-Nya; dia takut dan malu melakukan kesalahan sedangkan Dia melihat, dan takut azab-Nya. Jika keadaan seseorang itu tidak demikian, dia perlu mendapatkaan orang yang bisa mentakutkan kepada Allah dan menerima keadaan takut Allah itu dari orang tersebut.
Sumber dari mana saja perkataan itu, harus diterima dengan bersih dan suci dari segalanya kecuali Allah, dan siapa yang menerimanya harus bisa membedakan antara perkataan orang yang suci hatinya dengan perkataan orang awam. Penerimanya harus sadar cara perkataan itu diucapkan, kerana perkataan yang bunyinya sama mungkin mempunyai maksud yang jauh berbeda. Tidak mungkin perkataan yang datangnya dari sumber yang asli sama dengan perkataan yang datangnya dari sumber lain.
Hatinya menjadi hidup bila dia menerima benih tauhid dari hati yang hidup, karena benih yang demikian sangat subur, itulah benih kehidupan. Tidak ada yang tumbuh dari benih yang kering lagi tiada kehidupan. Kalimah suci “La ilaha illa Llah” disebut dua kali di dalam Quran menjadi bukti.
إِنَّهُم كانوا إِذا قيلَ لَهُم لا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَستَكبِرونَ ﴿٣٥﴾ وَيَقولونَ أَئِنّا لَتارِكوا ءالِهَتِنا لِشاعِرٍ مَجنونٍ ﴿٣٦﴾

(35) "Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ""Laa ilaaha illallah"" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri." (36) "dan mereka berkata: ""Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (Surah Shaaffaat. Ayat 35 & 36).
Ini adalah keadaan orang awam yang baginya rupa luar termasuk kewujudan zahirnya adalah tuhan-tuhan.
فَاعلَم أَنَّهُ لا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاستَغفِر لِذَنبِكَ وَلِلمُؤمِنينَ وَالمُؤمِنٰتِ ۗ وَاللَّهُ يَعلَمُ مُتَقَلَّبَكُم وَمَثوىٰكُم

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu". (Surah Muhammad, ayat 19).

Firman Allah ini menjadi panduan kepada orang-orang beriman yang takut kepada Allah.
Sayyidina Ali r.a meminta Rasulullah s.a.w mengajarkan kepadanya cara yang mudah, paling bernilai, paling cepat kepada keselamatan. Baginda s.a.w menanti Jibrail memberikan jawabannya dari sumber Ilahi. Jibrail datang dan mengajarkan baginda s.a.w mengucapkan “La ilaha” sambil memutarkan mukanya yang diberkati ke kanan, dan mengucapkan “illa Llah” sambil memutarkan mukanya ke kiri, ke arah hati sucinya yang diberkati. Jibrail mengulanginya tiga kali; Nabi s.a.w mengulanginya tiga kali dan mengajarkan yang demikian kepada Sayidina Ali r.a dengan mengulanginya tiga kali juga. Kemudian baginda s.a.w mengajarkan yang demikian kepada sahabat-sahabat baginda. Sayidina Ali r.a merupakan orang yang pertama bertanya dan menjadi orang yang pertama diajarkan.

Kemudian satu hari setelah kembali dari peperangan, Nabi s.a.w berkata kepada pengikut-pengikut baginda, “Kita baru kembali dari peperangan yang kecil untuk menghadapi peperangan yang besar”. Baginda s.a.w merujukkan kepada perjuangan dengan ego diri sendiri, keinginan yang rendah yang menjadi musuh kepada penyaksian kalimah tauhid. Baginda s.a.w bersabda, “Musuh kamu yang paling besar ada di bawah rusuk kamu”.
Cinta Ilahi tidak akan hidup sehingga musuhnya, hawa nafsu badaniah kamu, mati dan meninggalkan kamu.

Awalnya harus bebas dari ego yang mengnyeret kamu kepada kejahatan. Kemudian kamu akan memiliki sedikit suara hati, walaupun kamu masih belum bebas sepenuhnya dari dosa. Kamu akan memiliki perasaan mengkritik diri sendiri – tetapi ia belum mencukupi. Kamu mesti melewati tahap tersebut pada peringkat di mana hakikat yang sebenarnya dibukakan kepada kamu, kebenaran tentang benar dan salah.

Kemudian kamu akan berhenti melakukan kesalahan dan akan hanya melakukan kebaikan. Dengan demikian diri kamu akan menjadi bersih. Di dalam menentang hawa nafsu dan tarikan badan kamu, kamu mesti melawan nafsu kehewanan – kerakusan, terlalu banyak tidur, pekerjaan yang sia-sia – dan menentang sifat-sifat hewan liar di dalam diri kamu – kekejian, marah, kasar dan berkelahi. Kemudian kamu mesti usahakan membuang perangai-perangai ego yang jahat, takabur, sombong, dengki, dendam, tamak dan lain-lain penyakit tubuh dan hati kamu. Cuma orang yang berbuat demikian yang benar-benar bertaubat dan menjadi bersih, suci dan murni.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوّٰبينَ وَيُحِبُّ المُتَطَهِّرينَ ﴿٢٢٢

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”. (Surah Baqarah, ayat 222).

Dalam melakukan taubat seseorang itu mesti bersungguh-sungguh, supaya penyesalannya tidak samar-samar dan tidak juga secara umum agar dia tidak jatuh ke dalam ancaman Allah:
“Banyak sekali mereka bertaubat mereka tidak sebenarnya menyesal. Taubat mereka tidak diterima”.

Ini ditujukan kepada mereka yang hanya mengucapkan kata-kata taubat tetapi tidak tahu sejauh mana dosa mereka, malah tidak mengambil tindakan pembaikan dan pencegahan. Itulah taubat yang biasa, taubat zahir yang tidak menusuk kepada puncak dosa. Ia adalah umpama orang yang menghilangkan rumput dengan memotong bagian di atas tanah tetapi tidak mencabut akarnya yang di dalam bumi. Tindakan yang demikian membantu rumput untuk tumbuh dengan lebih segar. Orang yang bertaubat dengan mengetahui kesalahannya dan puncak kesalahan itu berazam tidak mengulanginya dan membebaskan dirinya dari kesalahan itu, mencabut akar pokok yang merosakkan itu. Cangkul yang digunakan untuk menggali akarnya, puncaknya dosa-dosa, yaitu pengajaran kerohanian dari guru yang benar. Tanah mestilah dibersihkan sebelum ditanami benih.

“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. (Surah Hasyr, ayat 21).
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Surah Syura, ayat 25).
"kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." . (Surah Furqaan, ayat 70).
Ketahuilah taubat yang diterima, tandanya ialah seseorang itu tidak lagi jatuh ke dalam dosa tersebut.

Ada dua jenis taubat, taubat orang awam dan taubat mukmin sejati. Orang awam berharap meninggalkan kejahatan dan masuk kepada kebaikan dengan cara mengingati Allah dan mengambil langkah usaha bersungguh-sungguh, meninggalkan hawa nafsunya dan kesenangan badannya dan menekankan egonya. Dia mesti meninggalkan keegoannya yang ingkar terhadap peraturan Allah dan masuk kepada taat. Itulah taubatnya yang menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga.
Orang mukmin sejati, hamba Allah yang murni, berada di dalam suasana yang jauh berbeda. Mereka berada pada maqam makrifat yang jauh lebih tinggi daripada maqam orang awam yang paling baik. Sebenarnya bagi mereka tidak ada lagi anak tangga untuk dipanjat; mereka telah sampai kepada kebersamaan dengan Allah. Mereka telah meninggalkan kesenangan dan nikmat dunia ini dan menikmati kelezatan alam kerohanian – rasa kebersamaan dengan Allah, nikmat menyaksikan Zat-Nya dengan mata keyakinan.

Perhatian orang awam tertuju kepada dunia ini dan kesenangan mereka adalah merasakan nikmat kebendaan dan kewujudan kebendaannya. Malah, jika kewujudan kebendaan manusia dan dunia merupakan satu kesilapan begitu jugalah nikmat dan kecacatan yang paling baik daripadanya. Kata-kata yang diucapkan oleh orang arif, “Kewujduan dirimu merupakan dosa, menyebabkan segala dosa menjadi kecil jika dibandingkan dengannya”. Orang arif selalu mengatakan bahwa kebaikan yang dilakukan oleh orang baik tidak sampai kehadapan Allah tidak lebih dari kesalahan orang yang hampir dengan-Nya. Jadi, bagi mengajar kita memohon keampunan terhadap kesalahan yang tersembunyi yang kita sangkakan kebaikan, Nabi s.a.w yang tidak pernah berdosa memohon ampunan pada Allah sebanyak seratus kali sehari. Allah Yang Maha Tinggi mengajarkan kepada rasul-Nya:
“Pintalah perlindungan bagi buah amal kamu dan bagi mukmin dan mukminat”. (Surah Muhamamd, ayat 19).

Dia jadikan rasul-Nya yang suci murni sebagai teladan tentang cara bertaubat – dengan merayu kepada Allah supaya menghilangkan ego seseorang, sifat-sifatnya dan dirinya, semuanya pada diri seseorang, mencabut kewujudan diri seseorang. Inilah taubat yang sebenarnya.
Taubat yang demikian meninggalkan segala-galanya kecuali Zat Allah, dan berazam untuk kembali kepada-Nya, kembali kepada kebersamaan-Nya untuk melihat Wajah Ilahi. Nabi s.a.w menjelaskan taubat yang demikian dengan sabda baginda s.a.w, “Ada sebagian hamba-hamba Allah yang benar yang tubuh mereka berada di sini tetapi hati mereka berada di sana, di bawah arasy”. Hati mereka berada pada langit kesembilan, di bawah arasy Allah kerana penyaksian suci terhadap Zat-Nya tidak mungkin berlaku pada alam bawah.

Di sini hanya kenyataan atau penampakan sifat-sifat suci-Nya yang dapat disaksikan, memancar ke atas cermin yang bersih kepunyaan hati yang suci. Sayyidina Umar r.a berkata, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Hati yang suci adalah cermin di mana keindahan, kemuliaan dan kesempurnaan Allah memancar. Nama lain yang diberi kepada suasana ini ialah pembukaan (mukasyafah), menyaksikan sifat-sifat Ilahi yang suci (musyahadah).

Bagi yang memperoleh suasana tersebut, untuk membersihkan dan menyinarkan hati, perlulah kepada guru yang matang, yang di dalam keesaan dengan Allah, yang disanjung dan dimuliakan oleh semua, sejak dahulu hingga sekarang. Guru tersebut mesti telah sampai kepada maqam kebersamaan dengan Allah dan diturunkan lagi ke alam rendah oleh Allah untuk membimbing dan menyempurnakan mereka yang layak tetapi masih mempunyai kecacatan.

Di dalam penurunan mereka untuk melakukan tugas tersebut wali-wali Allah mestilah berjalan Sesuai dengan sunnah Rasulullah s.a.w dengan mengikuti teladan baginda s.a.w, tetapi tugas mereka berlainan dengan tugas rasul. Rasul diutuskan untuk menyelamatkan orang ramai dan juga orang-orang yang beriman. Guru-guru tadi pula tidak diutus untuk mengajar semua orang tetapi hanyalah sebilangan yang dipilih saja. Rasul-rasul diberi kebebasan dalam menjalankan tugas mereka, sementara wali-wali yang mengambil tugas sebagai mursyid mesti mengikuti jalan rasul-rasul dan nabi-nabi.

Guru kerohanian yang mengaku diri mereka merdeka, menyamakan dirinya dengan nabi, jatuh kepada kesesatan dan kekufuran. Bila Nabi s.a.w mengatakan sahabat-sahabat baginda yang arif adalah umpama nabi-nabi Bani Israil, yang baginda memaksudkan bukan seperti itu, – karena nabi-nabi yang datang setelah Musa a.s semuanya mengikuti prinsip agama yang dibawa oleh Musa a.s. Mereka tidak membawa syari'at baru. Mereka mengikuti undang-undang yang sama. Seperti mereka juga orang-orang arif dari kalangan umat Nabi Muhammad s.a.w yang bertugas membimbing sebagian dari orang-orang suci yang dipilih, mengikuti kebijaksanaan Nabi s.a.w, tetapi menyampaikan perintah dan larangan dengan cara baru yang berbeda, terbuka dan jelas, menunjukkan kepada murid-murid mereka dengan perbuatan yang mereka kerjakan pada masa dan keadaan yang berlainan. Mereka memberi dorongan kepada murid-murid mereka dengan menunjukkan kelebihan dan keindahan prinsip-prinsip agama. Tujuan mereka ialah membantu pengikut-pengikut mereka menyucikan hati yang menjadi tampak untuk membangun tugu makrifat.

Semua itu mereka mengikuti teladan dari pengikut-pengikut Rasulullah s.a.w yang terkenal sebagai ‘golongan yang memakai baju bulu’ yang telah meninggalkan semua aktivitis keduniaan untuk berdiri di pintu Rasulullah s.a.w dan berada hampir dengan baginda. Mereka menyampaikan kabar sebagaimana mereka menerimanya secara langsung daripada mulut Rasulullah s.a.w. Dalam kebersamaan mereka dengan Rasulullah s.a.w mereka telah sampai kepada peringkat di mana mereka boleh berbicara tentang rahasia isra' dan mi'raj Rasulullah s.a.w sebelum baginda membuka rahasia tersebut kepada sahabat-sahabat baginda.
Wali-wali yang menjadi mursyid memiliki kebersamaan yang serupa dengan Nabi s.a.w dengan Tuhannya. Amanah dan penjagaan terhadap ilmu ketuhanan yang serupa dianugerahkan kepada mereka. Mereka merupakan Pemegang sebagian dari kenabian, dan diri batin mereka selamat di bawah penjagaan Rasulullah s.a.w.

Tidak semua orang yang memiliki ilmu berada di dalam keadaan tersebut. Mereka yang sampai ke situ adalah yang lebih cinta kepada Rasulullah s.a.w daripada anak-anak dan keluarga mereka sendiri dan mereka adalah umpama anak-anak kerohanian Rasulullah s.a.w yang hubungannya lebih erat daripada hubungan darah. Mereka adalah pewaris sebenar kepada Nabi s.a.w. Anak yang sejati memiliki zat dan rahasia bapaknya pada rupa zahirnya dan juga pada batinnya. Nabi s.a.w menjelaskan rahasia ini, “Ilmu khusus adalah umpama khazanah rahasia yang hanya mereka yang mengenali Zat Allah boleh mendapatkannya. Namun bila rahasia itu dibukakan orang yang mempunyai kesadaran dan ikhlas tidak menafikannya”.

Ilmu tersebut dimasukkan kepada Nabi s.a.w pada malam baginda s.a.w mi'raj kepada Tuhannya. Rahsia itu tersembunyi di dalam diri baginda di balik tiga ribu tabir hijab. Baginda s.a.w tidak membuka rahasianya melainkan kepada sebagian pengikut baginda yang sangat cinta dengan baginda. Melalui penyebaran dan keberkatan rahasia inilah Islam akan terus memerintah sehingga ke hari kiamat.

Pengetahuan batin tentang yang tersembunyi membawa seseorang kepada rahasia tersebut. Sains, kesenian dan kemahiran keduniaan adalah umpama kerangka kepada pengetahuan batin. Mereka yang memiliki pengetahuan kerangka itu boleh mengharapkan satu hari nanti mereka diberi kesempatan untuk memiliki apa yang di dalam kerangka. Sebagian dari mereka yang berilmu memiliki apa yang patut dimiliki oleh seorang manusia secara umumnya sementara sebagian yang lain menjadi ahli dan memelihara ilmu tersebut daripada hilang. Ada golongan yang menyeru kepada Allah dengan nasihat yang baik. Sebagian dari mereka mengikuti sunnah Nabi s.a.w dan dipimpin oleh Sayyidina Ali r.a. yang menjadi pintu kepada gedung ilmu yang melaluinya masuklah mereka yang menerima undangan dari Allah.

“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”. (Surah Nahl, ayat 125).

Maksud dan perkataan mereka adalah sama. Perbedaan pada zahirnya hanyalah pada perkara-perkara terperinci dan cara pelaksanaannya.

Sebenarnya ada tiga makna yang kelihatan sebagai tiga jenis ilmu yang berbeda – dilakukan secara berbeda, tetapi menjurus kepada yang satu Sesuai dengan sunnah Rasulullah s.a.w. Ilmu dibagikan kepada tiga yang tidak ada seorang manusia boleh menanggung keseluruhan beban ilmu itu juga tidak berupaya mengamalkan dengan sekaliannya.

Bagian pertama ayat di atas “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana (hikmah)”, Sesuai dengan makrifat, zat dan permulaan kepada segala sesuatu, pemiliknya mestilah sebagaimana Nabi s.a.w beramal Sesuai dengannya. Ia hanya dikaruniakan kepada lelaki sejati yang berani, tentera kerohanian yang akan mempertahankan kedudukannya dan menyelamatkan ilmu tersebut. Nabi s.a.w bersabda, “Kekuatan semangat lelaki sejati mampu menggoncang gunung”. Gunung di sini menunjukkan keberatan hati setengah manusia. Doa lelaki sejati yang menjadi tentera kerohanian dimakbulkan. Bila mereka menciptakan sesuatu ia tercipta, bila mereka mau sesuatu hilang maka ia pun hilang.

“Dia karuniakan hikmah kepada sesiapa yang Dia kehendaki, dan Barangsiapa dikaruniakan hikmah maka sesungguhnya dia telah diberi kebajikan yang banyak”. (Surah Baqarah, ayat 269).

Jenis kedua ialah ilmu zahir yang disebut Quran sebagai “seruan yang baik”. Ia menjadi kulit kepada hikmah kebijaksanaan rohani. Mereka yang memilikinya menyeru kepada kebaikan, mengajar manusia berbuat baik dan meninggalkan larangan-Nya. Nabi s.a.w memuji mereka. Orang yang berilmu menyeru dengan lemah lembut dan baik hati, sementara yang jahil menyeru dengan kasar dan kemarahan.

Jenis ketiga ialah ilmu yang menyentuh kehidupan manusia di dalam dunia. Ia disebut sebagai ilmu agama (syariat) yang menjadi sarang kepada hikmah kebijaksanaan (makrifat). Ia adalah ilmu yang diperuntukkan kepada mereka yang menjadi pemerintah manusia; menjalankan keadilan ke atas sesama manusia; peraturan manusia sesama manusia. Bagian terakhir ayat Quran yang di atas tadi menceritakan tugas mereka “dan berbincanglah dengan mereka dengan cara yang lebih baik”. Mereka ini menjadi kenyataan kepada sifat Allah “al-Qahhar” Yang Maha Keras. Mereka berkewajipan menjaga peraturan di kalangan manusia selaras dengan hukum Tuhan, seumpama sabut melindungi tempurung dan tempurung melindungi isi.

Nabi s.a.w menasihatkan, “Biasakan dirimu berada di dalam majlis orang-orang arif, taatlah kepada pemimpin kamu yang adil. Allah Yang Maha Tinggi menghidupkan hati dengan hikmah seperti Dia jadikan bumi yang mati hidup dengan tumbuh-tumbuhan dengan menurunkan hujan”. Baginda s.a.w juga bersabda, “Hikmah adalah harta yang hilang bagi orang yang beriman, dikutipnya di mana saja ditemuinya”.

Malah perkataan yang diucapkan oleh manusia biasa datangnya daripada Loh Terpelihara menurut hukum Allah terhadap segala perkara dari awal hingga akhir. Loh itu disimpan pada alam tinggi pada akal asbab tetapi perkataan diucapkan menurut maqam seseorang. Perkataan mereka yang telah mencapai maqam makrifat adalah secara langsung dari alam tersebut, maqam kebersamaan dengan Allah. Di sana tidak ada perantaraan.

Ketahuilah bahwa semua akan kembali kepada asal mereka. Hati, zat, mesti dikejutkan; dijadikan ia hidup untuk mencari jalan kembali kepada asalnya yang suci murni. Ia harus mendengar seruan. Seseorang mesti mencari orang yang orang yang darinya seruan itu muncul, melaluinya tampak ada seruan. Itulah guru yang benar. Ini merupakan kewajipan bagi kita. Nabi s.a.w bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam lelaki dan perempuan”. Ilmu tersebut merupakan peringkat terakhir semua ilmu, itulah ilmu makrifat, ilmu yang akan membimbing seseorang kepada asalnya, yang benar (hakikat). Ilmu yang lain perlu menurut sekadar mana keperluannya. Allah menyukai mereka yang meninggalkan cita-cita dan angan-angan kepada dunia, kemuliaan dan kebesarannya, karena kepentingan duniawi ini menghalang seseorang kepada Allah.
قُل لا أَسـَٔلُكُم عَلَيهِ أَجرًا إِلَّا المَوَدَّةَ فِى القُربىٰ
“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. (Surah Syura, ayat 23).
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
19.32 | 1 komentar

Blog Keluarga

Religious Myspace Comments

AYAT-AYAT ILAHY

Blog Archives